RATU
ELIZABETH I (1533-1603)
Di sepanjang sejarah Inggris, adalah Ratu Elizabeth I yang umumnya dianggap raja yang paling terkemuka.
Empat puluh lima tahun pemerintahannya merupakan masa kemakmuran ekonomi,
berkembangnya kesusastraan, dan munculnya Inggris jadi kekuatan armada laut
nomor wahid di atas samudera. Tatkala Inggris tak lagi punya raja-raja yang
menonjol, muncullah yang mengangkat Inggris ke jaman keemasan.
Elizabeth
lahir tahun 1533 di Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII, perintis
babak pembaharuan Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri kedua Henry. Anne
dipenggal kepalanya hingga menggelinding bagai sebutir nyiur tahun 1536 dan
beberapa bulan kemudian parlemen keluarkan pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun sebagai "anak
sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang tidak
menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya). Meski ada kutukan
parlemen, Elizabeth dibesarkan dalam
rumah tangga kerajaan dan peroleh pendidikan baik.
Henry VIII tutup usia tahun 1547 tatkala
umur Elizabeth tiga belas tahun.
Sebelas tahun sesudah itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa dianggap
berhasil. Edward VI, saudara tiri Elizabeth
naik tahta antara tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, kentara
sekali politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu
mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik Romawi. Selama
pemerintahannya kaum Protestan Inggris diuber-uber dan ditindas, bahkan sekitar
tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini menyebabkan ratu dapat julukan tak
sedap: "Mary yang berdarah." Elizabeth
sendiri ditahan dan disekap di Menara London. Kendati akhirnya dibebaskan,
hidupnya dalam beberapa waktu berada dalam ancaman bahaya. Tatkala Mary tutup
usia (tahun 1558) Elizabeth yang sudah berumur
dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini memberi kecerahan buat penduduk
Inggris.
Banyak masalah yang menghalang ratu muda
belia ini: peperangan melawan Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia dan
Spanyol; kondisi moneter pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah awan
gelap perpecahan agama yang bergantung di atas kepala Inggris.
Kemelut terakhir ini ditangani lebih dulu.
Tak lama sesudah Elizabeth naik tahta,
undang-undang tentang "Supremasi dan Persamaan" disahkan tahun 1559,
menetapkan Anglican sebagai agama resmi Inggris. Ini memuaskan pihak kaum
Protestan moderat, tetapi kaum Puritan menghendaki perubahan yang lebih
drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum Puritan di satu pihak dan kaum
Katolik di lain pihak, selama masa pemerintahannya tetap bertahan memantapkan
kompromi yang tertera dalam undang-undang tahun 1559.
Situasi keagamaan menjadi ruwet dengan
keadaan yang berkaitan dengan Ratu Mary dari Skotlandia. Mary dipaksa
meninggalkan Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris. Sesampai di Inggris dia
menjadi tahanan Ratu Elizabeth. Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar kekerasan dan semau-maunya:
Mary penganut Katolik Romawi dan juga punya tuntutan yang layak menggantikan
tahta Elizabeth. Ini berarti,
andaikata ada pemberontakan atau pembunuhan yang berhasil, Inggris akan punya
lagi ratu beragama Katolik. Selama penahanan Mary yang sembilan belas tahun itu
memang ada beberapa kali komplotan menghadapi Elizabeth
dan ada cukup bukti keterlibatan Mary. Akhirnya di tahun 1587 Mary dihukum
mati. Elizabeth menandatangani
vonis hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para menterinya dan umumnya anggota
parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh lebih cepat lebih baik.
Pertentangan agama betul-betul membahayakan Elizabeth. Di tahun 1570 Paus Pius V mengucilkan dan
memerintahkannya turun tahta; dan di tahun 1580 Paus Gregory XIII mengeluarkan
pengumuman bahwa tidaklah berdosa membunuh Elizabeth.
Tetapi, keadaan juga yang menguntungkan Elizabeth.
Sepanjang masa pemerintahannya, kaum Protestan tercekam rasa takut terhadap
kebangunan kembali Agama Katolik di Inggris. Elizabeth
menampakkan dirinya bagai perisai menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan
sumber penyebab pokok kepopulerannya di kalangan massa Protestan Inggris yang
besar itu.
Elizabeth
menangani politik luar negeri dengan cermat, luwes, dan berpandangan jauh. Di
awal-awal tahun 1560 dia merampungkan "Perjanjian Edinburgh" yang
menjamin penyelesaian damai dengan Skotlandia. Perang dengan Perancis berakhir
dan hubungan kedua negara membaik. Tetapi, angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris
terlibat pertentangan dengan Spanyol. Elizabeth
berusaha menghindari perang, tetapi buat Katolik militan Spanyol abad ke-16,
perang antara Spanyol dengan Protestan Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan
di Negeri Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu:
pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala Spanyol menggenjot
pemberontak, Elizabeth membantu Negeri
Belanda, meskipun sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya
gairah berperang. Umumnya rakyat Inggris seperti juga para menteri dan parlemen
lebih bernafsu angkat senjata daripada Elizabeth.
Karena itu, ketika perang dengan Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an,
Elizabeth peroleh dukungan
kuat rakyat Inggris.
Bertahun-tahun Elizabeth secara tekun membangun Angkatan Laut Inggris; tetapi,
Raja Philip II dari Spanyol juga bergegas membangun armada besar --Armada
Spanyol-- untuk melabrak Inggris. Armada Spanyol punya kapal-kapal yang hampir
seimbang banyaknya dengan kepunyaan Inggris, tetapi kelasinya lebih sedikit; lebih
dari itu, pelaut Inggris lebih terlatih baik dan kualitas kapal serta
persenjataan meriamnya lebih bagus. Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan
pertempuran laut yang seru itu berakhir dengan kekalahan mutlak pihak Spanyol.
Sebagai akibat kemenangan ini, Inggris menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan
Laut paling jempol di dunia, posisi yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20
ini.
Elizabeth
senantiasa cermat dalam soal keuangan. Di awal-awal pemerintahannya kondisi
keuangan kerajaan Inggris sungguh sehat. Tetapi-tentu saja cekcok dengan
Spanyol meminta biaya mahal dan di akhir pemerintahannya keadaan keuangannya
amat miskin. Tetapi, kendati kerajaan miskin, keadaan negara secara keseluruhan
berkondisi lebih makmur ketimbang pada waktu Elizabeth
melekatkan mahkota di ubun-ubunnya.
Pemerintahan Elizabeth
selama empat puluh lima tahun (dari tahun 1558 sampai 1603) sering dianggap
"Jaman keemasan Inggris." Beberapa penulis termasyhur Inggris,
termasuk William Shakespeare, hidup di jaman itu. Jelas-jelas Elizabeth punya saham dalam perkembangan kultural ini. Dia beri
semangat teater Shakespeare menghadapi oposisi pemerintahan lokal kota London.
Tetapi, tak ada perkembangan musik atau lukisan yang bisa menandingi
perkembangan kesusastraan.
Era Elizabeth
juga menyaksikan bangkitnya Inggris selaku penjelajah. Ada berulang kali
perjalanan ke Rusia dan percobaan-percobaan oleh Martin Frobisher dan oleh John
Davis mencari jalan arah barat laut menuju Timur Jauh. Sir Francis Drake
berlayar keliling dunia (dari tahun 1577 hingga 1580), menjejakkan kaki di
California dalam perjalanan itu. Juga ada percobaan yang gagal (oleh Sir Walter
Raleigh dan lain-lainnya) mendirikan pemukiman di Amerika Utara.
Kekurangan Elizabeth
terbesar mungkin ogah-ogahan menyediakan peluang buat pergantian tahtanya.
Bukan saja dia tak pernah kawin, tetapi dia selalu menghindari menetapkan
penggantinya. (Mungkin karena dia takut, jika dia tunjuk seseorang jadi
penggantinya akan segera jadi rivalnya). Apa pun alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya, kalau saja dia mati
muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari Skotlandia), Inggris mungkin
sudah kecemplung dalam kancah perang saudara sesudah penggantian. Nasib baik
buat Inggris, Elizabeth hidup sampai umur
tujuh puluh tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya melayang, dia sebut
Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari Skotlandia) menjadi
penggantinya. Meskipun ini berarti persatuan antara Inggris dan Skotlandia di
bawah satu mahkota, ini merupakan pilihan yang membingungkan. Baik James maupun
puteranya Charles I terlampau otoriter buat selera Inggris, dan di abad tengah
perang saudara pun meledaklah.
Elizabeth
punya kecerdasan yang melebihi orang biasa dan seorang politikus yang cakap,
tegas, punya pandangan luas. Berbarengan dengan itu dia punya kehati-hatian dan
konservatif. Dia mengidap ketidaksukaan berperang dan pertumpahan darah
meskipun jika diperlukan dia bisa bersiteguh. Seperti halnya ayahnya, dia
menjalankan pemerintahan dengan kerjasama parlemen dan bukan melawannya. Karena
dia tidak kawin, maka tampaknya dia masih perawan seperti dikemukakannya di
muka umum. Tetapi, tidaklah pula terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk
jenis perempuan pembenci lelaki. Malah sebaliknya, dia jelas menyukai pria dan
gemar bergaul dengannya. Elizabeth punya kemampuan
memilih menteri-menterinya yang becus. Sebagian dari hasil-hasil yang
dicapainya antara lain berkat Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi
penasihat utamanya sejak tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.
Pokok-pokok keberhasilan Elizabeth bisa diringkas sebagai berikut Pertama, dia memimpin
Inggris selama tahap kedua jaman pembaharuan tanpa pertumpahan darah yang
berarti. (Berbeda dengan Jerman di mana tiga puluh tahun perang (1618-1648)
membunuh lebih dari dua puluh lima persen penduduk, sungguh menyolok). Selain
dia, meredakan rasa benci keagamaan antara Katolik Inggris dan Protestan
Inggris, dia berhasil pula menjaga persatuan bangsa. Kedua, empat puluh lima
tahun pemerintahannya --Era Elizabeth-- umumnya dianggap
jaman keemasan suatu bangsa besar di dunia. Ketiga, adalah juga di masa
pemerintahannya Inggris muncul selaku kekuatan pokok, posisi yang bisa
dipertahankannya berabad berikutnya.
Kedudukan Elizabeth
di dalam daftar urutan buku ini punya keluar biasaan yang jelas. Pada pokoknya,
buku ini merupakan daftar para inovator besar, orang-orang yang mengedepankan
gagasan-gagasan baru atau membawa perubahan sesuatu keadaan. Elizabeth bukanlah seorang pembaharu, bukan seorang inovator, dan
garis kebijaksanaan politiknya umumnya berhati-hati dan konservatif. Kendati
begitu, banyak kemajuan terjadi di masa pemerintahannya dibanding umumnya
penguasaa yang dengan sadar menghendaki kemajuan.
Elizabeth
tidak mencoba berhubungan langsung dengan persoalan gawat yang merupakan urusan
wewenang parlemen dan kerajaan. Tetapi, dengan cara hanya menjauhi diri menjadi
seorang despot, dia mungkin jadi pendorong utama hidupnya demokrasi di Inggris
daripada dia mengumumkan sebuah konstitusi demokratis. Elizabeth tidak mencari kehebatan bidang militer dan pula tidak
berminat membangun suatu empirium besar. (Memang, di bawah Elizabeth, Inggris tidaklah punya tanda-tanda sebuah empirium).
Kendati begitu, dia mewariskan Inggris Angkatan Laut terkuat di dunia dan
meletakkan dasar-dasar empirium Inggris yang menyusul kemudian.
Kebesaran empirium seberang lautan Inggris
diperoleh sesudah matinya Elizabeth, paling tidak
sebagian terbesamya. Banyak orang yang memainkan peranan penting pembentukan empirium
Inggris yang dalam beberapa hal bisa dianggap sebagai hasil wajar ekspansi
Eropa secara umum dan kedudukan geografis Inggris. Haruslah pula dicatat bahwa
banyak negara Eropa lain yang berpantaikan Samudera Atlantik (Perancis, Spanyol
dan bahkan Portugis) juga membangun empirium besar.
Lagi pula, peranan Elizabeth mempertahankan Inggris dan ancaman Spanyol mudah
dilebih-lebihkan. Jika dikaji, tidaklah tampak Spanyol itu pernah merupakan
ancaman serius terhadap kemerdekaan Inggris. Haruslah diingat, pertarungan
antara armada Inggris lawan armada Spanyol sama sekali tidak terlalu
berlangsung secara jarak dekat. (Tak satu pun Inggris kehilangan kapalnya!).
Dan lebih jauh dari itu, bahkan andaikata Spanyol berhasil mendaratkan pasukan
di Inggris, sukarlah dibayangkan mereka dapat menaklukkannya. Angkatan
bersenjata Spanyol tidak pernah mencapai kemenangan yang mengesankan di mana
pun di Eropa. Jika Spanyol tidak mampu menumpas pemberontakan di negeri
Belanda, jelaslah tak ada potongan dia bisa menaklukkan Inggris. Menjelang abad
ke-16, nasionalisme Inggris jauh lebih kuat dari kemungkinan Spanyol bisa
menaklukkannya.
Lantas di mana Elizabeth mesti ditempatkan di daftar buku ini? Dasarnya dia
tokoh lokal. Jika dibandingkan dengan Peter yang Agung dari Rusia tampaknya tak
setara. Ditilik dari sudut fakta jelas Peter jauh lebih inovatif ketimbang Elizabeth. Saya akan peroleh kesulitan meyakinkan orang Rusia
yang punya pikiran jernih bahwa Elizabeth
ditempatkan lebih tinggi dalam urutan dari Peter. Sebaliknya, diukur dari
pentingnya peranan yang dimainkan Inggris dan orang Inggris di abad-abad
sesudah Elizabeth adalah suatu
kesalahan menempatkannya terlampau jauh di belakang Peter. Dalam banyak hal,
tampaknya jelas hanya sedikit raja-raja dalam sejarah punya keberhasilan
sebanyak Elizabeth.
0 komentar:
Posting Komentar